Halaman

4 Mei 2011

Pemprov Diminta Adakan Kapal Feri Layani Utara Flores

KUPANG -- Pemerintah provinsi (pemprov) diminta mengadakan kapal motor jenis feri untuk beroperasi di wilayah utara Pulau Flores. Karena hingga saat ini, belum ada kapal yang cukup representatif.

Anggota DPRD NTT, Kristo Blasin, Rabu (14/4) mengatakan, beberapa waktu lalu dia memantau aktivitas pelayaran rakyat di pelabuhan Lorens Say di Maumere. Ditemukan, perahu milik rakyat yang melayani rute Maumere-Palue dan pulau-pulau di sekitarnya banyak yang tidak layak beroperasi. Jika tidak segera ditangani, kasus kapal tenggelam bisa saja terulang.

Menurut Blasin, sudah saatnya Pemerintah Provinsi khususnya Dinas Perhubungan merencanakan dan merealisasikan jalur pelayaran feri (ASDP) dan pelayaran lainnya di wilayah utara Pulau Flores dan pulau-pulau lainnya di utara Flores. Karena wilayah utara Flores memilki potensi pengembangan ekonomi terpadu yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di NTT.

“Daripada KMP Pulau Sabu dikontrakkan ke Timor Leste dan menyalahi aturan, mengapa kita tidak berjuang untuk memanfaatkannya di lintasan utara Pulau Flores dari Labuhan Bajo hingga Flores Timur beserta pulau-pulau di sekitarnya,” katanya.

Gubernur Frans Lebu Raya menyampaikan, pemprov mendukung saran dewan terkait perencanaan dan realisasi jalur pelayaran feri (ASDP) di wilayah utara Pulau Flores. Pada prinsipnya, pemprov tetap menaruh perhatian serius terhadap usulan dimaksud. Ini disikapi melalui peningkatan koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah Kabupaten Sikka.

“Koordinasi yang akan dibangun itu dalam rangka penyiapan lahan dan studi perencanaan bagi pembangunan dermaga penyeberangan di pulau-pulau di bagian utara Flores,” katanya.

Leonard Ritan

Sumber : Flores Pos, 14 April 2011

(Read More)

Proyek Listrik Ulumbu Sudah 70 Persen

RUTENG -- Pengerjaan fisik proyek listrik panas bumi Ulumbu di Desa Wewo, Kecamatan Satarmese, Manggarai sudah mencapai 70 persen. Fokus pekerjaan saat ini adalah membangun bangunan vital di sekitar sumur gas.

Kemajuan pekerjaan ini terjadi setelah kunjungan Dirut PLN Dahlan Iskan tahun lalu dan sejumlah pejabat tinggi dari Kementerian Sumber Daya Energi RI dan PLN Pusat.

Disaksikan Flores Pos yang mengunjungi Ulumbu bersama Kepala PLN Ranting Ruteng, Moses Niron, Selasa (12/4), kesibukan di lokasi proyek luar biasa. Para pekerja kendati tidak begitu banyak, tetapi sibuk bekerja.

Sejumlah eksavator dan loder tampak hilir mudik di lokasi utama listrik panas bumi tersebut. Fokus pekerjaan adalah penggalian ruangan untuk pendingin, bangunan untuk turbin, dan lain-lain. Salah satu ruangan pendingin dekat sumur bor sedang digali dan belum dibuat bangunannya.

Sedang dibangun ruang turbin dan satu lagi ruangan pendingan di bagian timur. Sedangkan untuk bangunan pengaman kali di bagian timur dan fondasi dasar telah rampung dikerjakan.

Kesibukan para pekerja juga terlihat di sepanjang jalur jalan Ponggeok menuju Ulumbu. Jalan sepanjang 4 Km lebih saat ini sedang dikerjakan.

Project Manager Listrik Ulumbu, Madju Napitupulu mengatakan, sudah banyak sekali kemajuan fisik di lapangan. Saat ini pekerjaan fokus pada bangunan utama di sekitar sumur gas dan pengerjaan jalan raya standar dari Ponggeok menuju Ulumbu. Pengerjaan memang harus terus dipacu karena akhir tahun harus sudah bisa dioperasikan listrik berkekuatan 5 megawatt.

“Lihat sendiri kondisi sekarang ini. Kemajuan sudah banyak sekali. Untuk fisik seluruh proyek sudah capai 70 persen. Dan untuk pengerjaan jalan raya, fisiknya sudah 30 persen. Besar harapan kita, akhir tahun listrik sudah nyala. Karena itu, kita harus kerja siang malam untuk merampungkan seluruh pekerjaan,” kata Napitupulu.

Dikatakan, jika seluruh bangunan dan jalan raya telah rampung dikerjakan, maka seluruh peralatan dan mesin-mesin tinggal diangkut dan dipasang. Saat ini, seluruh peralatan dan mesin-mesin sudah ada di Kecamatan Satar Mese baik yang ditaruh di lapangan Ponggeok maupun di kompleks kantor kecamatan. Selama ini peralatan tidak bisa diangkut ke Ulumbu karena kondisi jalan yang tidak memadai. Karena itu, pengerjaan jalan standar saat ini sedang dikerjakan.

Kepala PLN Ranting Ruteng, Moses Niron mengatakan, sudah banyak kemajuan pengerjaannya. Kompleks sekitar sumur gas sudah banyak berubah. Bangunan lama seperti sudah tidak terlihat lagi dan dikerjakan baru sama sekali. Kondisi bagian timur, juga tampak sudah rampung pekerjaannya.

“Saya terus pantau setiap perkembangan pengerjaan di lapangan. Apalagi, proyek listrik ini telah menjadi perhatian Nasional. Banyak pejabat dari Kementrian dan PLN Pusat terus berdatangan ke Ulumbu. Malah, saat ini, proyek sedang dalam pemeriksaan BPK dari Jakarta. Dari semua ini, memberi harapan kepada kita bahwa memang listrik Ulumbu bisa dioperasikan akhir tahun ini,” katanya.

Tahun lalu Dirut PLN Pusat Dahlan Iskan berjanji bahwa Ulumbu bisa dioperasikan akhir tahun 2011 sebagai hadian Natal bagi masyarakat Manggarai.

“Listrik dari Ulumbu harus nyala akhir tahun ini. Ini jadi hadiah Natal,” katanya.*

Sumber: Flores Pos, edisi 14 April 2011.

(Read More)

Rekonstruksi Pilar Tapal Batas Diprotes

RUTANG -- Warga Desa Selama mempersoalkan penanaman pilar batas hutan yang baru dilakukan karena penanaman pilar batas hutan berubah sekitar 50 meter ke arah pemukiman warga. Penanaman pilar rekonstruksi tersebut tidak diketahui warga, aparat desa, dan pemerintah kecamatan setempat.

Masalah ini telah dilaporkan ke DPRD oleh masyarakat setempat. Anggota DPRD Manggarai Amir dan Rony Marut pergi ke lokasi ntuk melihat pilar tapal batas yang dipersoalkan warga. Disaksikan Flores Pos, Sabtu (9/4), kedua anggota DPRD tersebut pergi ke lokasi didampingi Camat Reok, Silvester Takang.

Anggota DPRD Amir mengatakan, kondisi riil di lapangan, ada perubahan titik-titik penanaman pilar di kawasan hutan Nggalak Rego RTK 103 tersebut. Terlihat perubahan itu mengarah ke permukiman warga sekitar 30 meter. Warga memang mempersoalkan karena pilar baru tidak ditanam di bekas penanaman pilar lama.

“Kami tadi sudah turun ke lokasi hutan jati tersebut. Kami berdua didampingi Camat dan di lokasi bersama KRPH dan beberapa warga. Ini masalah serius karena menyangkut lahan hidup masyarakat. Kalau tapal batas hutan kian dekat permukiman dan kebun warga,” katanya.

Dikatakan, apa yang terjadi sekarang ini mengingatkan kembali peristiwa beberapa tahun silam di desa tersebut. Sebanyak 38 warga masuk penjara karena memotong kayu jati dalam kawasan hutan tersebut. Kejadian penanaman pilar rekonstruksi tersebut tidak diketahui oleh warga dan aparat desa setempat. Karena itu, warga mempertanyakan mengapa hal itu dilakukan tidak secara terbuka.

Hal senada disampaikan anggota DPRD Rony Marut. Menurutnya, kondisi riil ada perubahan penanaman pilar baru dari yang lama. Karena itu, maka warga Selama komplain penanaman pilar baru tersebut. Pilar baru tersebut tampak berubah dari peta yang lama dan mengarah ke pemukiman warga sejauh 50 meter.

“Saya tadi sempat lihat peta dari KRPH. Agak berubah sepertinya di lapangan. Yang kita saksikan sendiri, ada satu pilar yang sudah ditanam baru dan itu jauh dari bekas pilar lama yang sudah tidak ada. Warga di sana tahu itu, letak-letak pilar lama di wilayah desa mereka,”katanya.

Anggota Dewan Rony Marut, sesuai dengan informasi dari petugas di lapangan, penanaman baru dilakukan petugas dari Badan Penertiban Kawasan Hutan (BPKH) Provinsi. Maka karena itu, BPKH diharapkan didatangkan ke Selama untuk melihat kembali pilar-pilar yang baru dan akan ditanam lagi di kawasan hutan tersebut. Mereka perlu datang melihat kembali titik pilar yang sebenarnya. Karena faktanya ada keluhan dari masyarakat.

Christo Lawudin

Sumber: Flores Pos edisi 12 April 2011

(Read More)

Simpang Siur Status Hutan, Warga Resah

*Polemik Status Hutan Lindung Nggalak Rego RTK 103

RUTENG -- Warga lingkar tambang di kawasan hutan lindung Nggalak Rego RTK 103, wilayah Soga Torong Besi resah akibat simpang siurnya informasi soal status hutan tersebut. Warga meminta pemerintah daerah memberikan penjelasan terbuka dan transparan soal status hutan lindung atau hutan produksi terbatas di RTK 103. Karena itu, warga minta Pemkab turun ke tengah masyarakat untuk menjelaskan hal itu.

Soal perubahan status hutan Nggalak Rego RTK 103 dari hutan dengan fungsi lindung menjadi hutan produksi terbatas seperti isi surat dari Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, beberapa waktu lalu, warga lingkar tambang Soga Torong Besi merasa perlu mendatangi Pemkab, dalam hal ini Dinas Kehutanan di Ruteng guna mendapat penjelasan resmi soal kepastian status hutan tersebut.

Sebanyak 5 warga utusan dari kawasan hutan Soga Torong Besi, yakni Blasius Odo, Gaspar Saleh, Yosep Urung, dan Makarius Dewan bertemu aparat Dishutbun, Kamis (28/4). Warga yang didampingi Koordinator JPIC SVD Keuskupan Ruteng, Pastor Simon Suban Tukan SVD diterima Sekretaris Dishutbun Clemens Nggangga bersama dua stafnya.

Seperti disampaikan Pastor Simon per telepon kepada Flores Pos di Ruteng, Sabtu (30/4), dalam beberapa waktu terakhir ini, warga lingkar tambang Soga Torong Besi khususnya dan sekitar hutan lindung Nggalak Rego RTK 103 bingung dan resah. Hal itu terjadi karena belakangan ini tiba-tiba ada surat dari Kementerian Kehutanan mengenai status hutan tersebut dari fungsi lindung ke fungsi produksi terbatas.

Namun Pemkab Manggarai tidak memberikan penjelasan khusus kepada warga sekitar lokasi hutan. Informasi tersebut hanya diketahui dari pemberitaan media massa.
“Karena itu, mereka ini datang. Mereka mau klarifikasi kepada pemerintah, dalam hal ini Dinas Kehutanan. Satu pertanyaan, benar status hutan telah diubah? Kalau telah diubah, maka warga sudah menyiapkan langkah berikutnya seputar penggunaan hutan tersebut,” ujar Pastor Simon.

Dikatakan, hasil klarifikasi tersebut, warga mendapat penjelasan dari Klemens Nggangga, hutan RTK 103 adalah hutan lindung. Sampai sekarang tidak ada dokumen lain yang menyatakan bahwa hutan Nggalak Rego telah diubah fungsinya dengan fungsi lain.
Berdasarkan dokumen yang dipegang pemerintah, yakni SK Menhut 423/Kpts-II/1999 sebagai perubahan dari SK Menhutbun 89/Kpts-II/1983 menyatakan hutan Nggalak Rego mempunyai register bernomor 103 bahwa hutan Nggalak Rego berfungsi lindung. Dokumen lain yang menyatakan fungsinya telah diubah tidak ada. Polemik soal status hutan itu adalah hak orang. Tetapi, sebagai instansi teknis, polemik itu tidak ditanggapi karena dari dokumen yang ada jelas tentang status hutan tersebut.

Utusan wargaGaspar Saleh mengatakan, mereka telah mendapatkan jawabannya. Tapi mereka minta Dishutbun turun ke tengah masyarakat untuk memberikan sosialisasi tentang status hutan Nggalak Rego. Jika tidak dijelaskan, bisa menimbulkan kerawanan.
“Kami minta aparat Dishutbun turun langsung ke tengah masyarakat untuk beri penjelasan. Ini penting sekali untuk menghilangkan keresahan masyarakat dan menjawabi polemik soal simpang siur perubahan status hutan tersebut,”katanya.*

christo lawudin

Sumber: Flores Pos, edisi 2 Mei 2011

(Read More)

27 April 2011

Polisi Periksa 4 Warga Hero Koe

RUTENG -- Polisi telah memeriksa 4 warga Hero Koe, Desa Ruang, Kecamatan Satar Mese Barat untuk mengungkapkan motif konflik yang menewaskan tiga orang dan beberapa lainnya menderita luka berat. Sementara kondisi di dua kampung yang terlibat perkelahian kondusif.

Kasubag Humas Polres, Simon Jeo per telepon, Senin (18/4) mengatakan, penyelidikan sudah mulai berjalan. Polisi sudah memeriksa 4 saksi penunjuk yang hadir saat diadakan ritus ada di pekuburan dan yang menjadi korban luka-luka juga dalam perkelahian tersebut.

“Sebetulnya, hingga Senin ini, sudah ada saksi korban yang diperiksa lagi. Tetapi, karena masih belum sembuh benar dari luka-lukanya, maka kepolisian belum meminta keterangan mereka. Yang pasti saksi yang diminta adalah mereka yang ikut ritus pada saat itu,” katanya.

Tentang keterlibatan banyak orang dalam perkelahian tersebut, Simon mengatakan, semua sedang dalam penyelidikan. Tetapi, dari informasi sementara, dari Kampung Langke Norang ada 7 orang datang ke lokasi pekuburan. Sedangkan dari Hero Koe ada belasan.

Hal senada juga disampaikan Kasat Reskrim, Trianus Ouwpoly. Menurutnya, keterangan para saksi baik yang terluka maupun tidak dalam perkelahian diperlukan guna mengungkapkan tabir perkelahian tersebut. Karena masih dalam penyelidikan, belum ada warga dikenakan status tersangka karena penyelidikan masih mengumpulkan bukti-bukti mengenai keterlibatan setiap orang dalam kejadian tersebut.

“Kita sudah periksa beberapa orang. Malah, yang dirawat di St. Rafael Cancar, kita sudah minta keterangan. Dia ini, saat kejadian bertugas memotong kambing di lokasi pekuburan. Demikian juga beberapa warga lain, termasuk 3 orang telah keluar dari RSUD Ruteng, pekan lalu,” katanya.

Segera Tangkap Pelaku

Sementara warga Hero Koe, Desa Ruang, Kecamatan Satar Mese Barat, Manggarai, melalui kuasa hukumnya Fidentius Oskar mendesak kepolisian untuk segera menangkap dan menahan para pelaku pembunuhan dan penganiayaan sadis di lokasi pekuburan umum, Rabu (13/4). Hal ini perlu segera dilakukan karena hingga hampir sepekan peristiwa berlangsung, belum satu pun para pelaku ditangkap dan ditahan polisi.

Demikian salah satu poin siaran pers kuasa hukum korban warga Hero Koe yang diterima Flores Pos di Ruteng, Selasa (19/4). Dalam kopian surat tersebut, Fidentius Oskar memberikan rekomendasi atas kejadian berdarah tersebut, yaki pertama, mendesak kepolisian menangkap para pelaku pembunuhan dan penganiayaan. Kedua, mengimbau pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya untuk terlibat aktif dalam menciptakan rasa aman di tengah masyarakat yang bertikai. Rekomendasi itu lahir dari beberapa kesimpulan atas kejadian itu, yakni peristiwa itu murni penyerangan oleh kelompok warga Langke Norang kepada Hero Koe tanpa musabab yang jelas, dan bukan perang tanding, modus operandinya digolongkan sebagai pembunuhan berencana dan terorganisasi, hingga kini para pelaku belum ditangkap, dan dengan tidak segera ditangkap, warga Hero Koe merasa cemas dan terganggu keamanannya.

Dalam siaran pers itu, Fidentius Oskar membeberkan kronologi kejadian berdarah tersebut. Rabu (12/4), Pkl. 11.00 Wita, sekelompok warga Hero Koe mengadakan ritus adat syukuran setelah renovasi kuburan rampung dikerjakan. Ritus adat dengan mengorbankan seekora kambing itu dipimpin tua gendangnya Matias Jemila. Awalnya acara adat ini berjalan baik hingga hewan kurban disembelih dan dikuliti. Tiga puluh menit kemudian, datang sekelompok warga dari Langke Norang sebanyak 7 orang melintas di jalan setapak di wilayah pekuburan umu Hero Koe sambil memukul gong. Mereka melengkapi diri dengan parang, tombak, perisai, kayu tumpul, berjalan ke arah kuburan nenek moyang mereka yang jaraknya 4 meter dari pekuburan orang Hero Koe.

Tujuh orang ini menyerang membunuh secara membabi buta kepada warga Hero Koe yang tidak memiliki perlengkapan seperti mereka. Warga Hero Koe berusaha membela diri dan menangkis dengan tangan telanjang dan lainnya berjuang merebut senjata tajam yang mereka bawa.

Akibat dari penyerangan itu, tulis Oskar, 2 warga Hero Koe, bapak dan anak Matias dan Petrus Jemila meninggal di tempat kejadian. Sadisnya, mayat Matis Jemila dicincang pada bagian telinga, kepala, lidah, dagu, leher, tangan, dan kaki. Sembilan warga Hero Koe lain mengalami luka berat dan cacat permanen, seperti Vitalis Nahason, Mikhael Bambor, Elias Bus, Hendrikus Mandi, Lorens Janggur, Nobertus Nabut, Stefanus Mali, Aloysius Malut, dan Hubertus Ngabur. Lima warga lainnya berhasil lari dan langsung melaporkan kejadian itu Polres Manggarai.*

-- Christo Lawudin

Sumber: Flores Pos, edisi 26 April 2011, pp, 1,15

(Read More)

Sidang DPRD Mabar Kisruh

*Soal Rekomendasi Tambang

LABUAN BAJO -- Sidang DPRD Mabar di Labuan Bajo, Senin (18/4) kisruh. Diduga karena ada rekomendasi DPRD setempat yang pro tambang. Padahal DPRD Mabar belum punya kata sepakat soal tambang.

Anggota DPRD Mabar, Bernadus Barat Daya dan Sakar Abdul Jangku dan beberapa anggota Dewan lainnya mendesak pimpinan DPRD Mabar segera mengklarifikasi isu ada rekomendasi soal tambang. Mereka berpendapat, selama ini belum ada rapat khusus soal dukung atau tolak tambang. Jika rekomendasi ini ada, maka hal ini melecehkan lembaga DPRD Mabar.

Ketua DPRD Mabar, Mateus Hamsi yang memimpin sidang mengatakan, soal tambang akan dibahas kemudian. Sedangkan anggota DPRD Mabar, Stef Herson minta peserta rapat supaya bicara sesuai dengan agenda sidang, yaitu agenda-agenda yang dibahas dalam masa sidang II DPRD Mabar tahun sidang 2011.

Namun usulan ini tidak diterima Barat Daya dan a mendesak agar isu tersebut segera diklarifikasi pimpinan DPRD saat itu juga. Konon ada rekomendasi mendukung tambang yang diteken pimpinan DPRD Mabar. “Benar atau tidak atau dicatut-catut,” tandas Barat Daya, yang saat itu berdiri memegang kertas di tangannya.

Suasana ruang rapat utama DPRD Mabar pun bertambah kacau tatkala anggota DPRD Mabar yang lain, Pius Daru, menanyakan pihak yang mengeluarkan rekomendasi tentang dugaan pro tambang tersebut. Anggota DPRD Vitus Usu menegaskan sikap menolak tambang.
“Kita semua ini sudah tahu bahwa leading pembangunan Mabar adalah pariwisata, bukan tambang. Siapa lagi yang bikin rekomendasi yang diduga pro tambang itu,” sambar Jangku. “Pembangunan Mabar melestarikan lingkungan,” kata anggota DPRD Edistasius Endi.

Rapat pembahasan jadwal agenda sidang DPRD Mabar pada masa sidang II tahun sidang 2011 itu pun diskors. Ketika sidang dilanjutkan lagi, banyak anggota DPRD Mabar berpendapat agar sidang tersebut ditunda. Hamsi lalu menunda sidang.
Rapat ini dihadiri Bupati Agustinus Ch.Dula, Wakil Bupati Gasa Maximus, dan pimpinan SKPD.

-- Andre Durung

Flores Pos, edisi 26 April 2011, pp 1,15

(Read More)

3 Agustus 2010

Kaum Muda Mendapat Perhatian Muspas

ENDE (FLORES POS) -- Reksa pastoral untuk orang muda Katolik (OMK) cukup mendapat perhatian peserta terutama dari kelompok kaum muda dalam sesi diskusi setelah presentasi tim Pusat Pastoral (Puspas) Keuskupan Agung Ende pada hari kedua Muspas VI, Rabu (7/7) di aula Paroki Mautapaga.

Direktur Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Puspas Keuskupan Agung Ende Romo Feri Deidhae Pr dalam presentasi hasil survei menyebutkan bahwa keterlibatan kaum muda di dalam kehidupan komunitas umat basis masih belum maksimal.

Hal ini disebabkan salah satunya, paling tidak dari survei yang dilakukan, jumlah orang muda (berusia 15-45 tahun dan belum menikah) di cukup banyak komunitas umat basis sangat kurang, rata-rata 7 persen dan di beberapa paroki hampir nol persen.
“Fenomena ini memproyeksikan masa depan gereja hanya mengandalkan orang tua dan anak-anak. Selain itu masyarakat Keuskupan Agung Ende akan mengalami kekurangan tenaga kerja serta kaum intelektual (brain drain). Data ini diperkuat dengan jumlah usia non produktif yang cukup tinggi sebesar 42,65 persen,” kata tim survei.
Uskup Agung Ende Mgr Vincentius Sensi Potokota dalam sambutan pembukaan Muspas, Selasa (6/7) malam di Paroki Mautapaga juga menyinggung masalah serupa bahwa banyak tenaga-tenaga produktif dari keuskupan ini meninggalkan desa atau tempat kelahiran mereka untuk bekerja di luar Flores. Migrasi tenaga kerja ke luar Flores seperti ini tentu membawa persoalan tersendiri. Bahkan ketika mereka kembali ke Flores.
Marlyn, seorang peserta dari kelompok kaum muda dalam sesi diskusi mengatakan, dia berterima kasih karena tim mengangkat masalah kaum muda. Karena itu dia minta Muspas merencanakan pastoral kaum muda karena “kaum muda adalah masa depan gereja”.
Veronika yang akrab disapa Veny, juga peserta dari kelompok kaum muda mengatakan, telah banyak terjadi krisis iman dan moral di kalangan kaum muda. Dia berharap pada Muspas kali ini peserta mengkritisi situasi dan problem kaum muda dan merencanakan strategi pastoral yang memperkuat komitmen kaum muda dalam kehidupan menggereja.
Menurut dia, pekan mudika yang digelar tiga tahun sekali tidaklah cukup untuk membina kaum muda. Dia minta kaum muda diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan “untuk membina sumber daya kaum muda yakni pembinaan yang sesuai dengan jiwa dan semangat orang muda”.
Yasinta dari OMK Kevikepan Bajawa juga setuju bahwa kegiatan Tri Hari Mudika tidak cukup untuk mengumpulkan dan membina kaum muda, sebab “banyak sekali terjadi perubahan-perubahan situasi saat ini”. Tiga hari kegiatan Mudika itu menyedot banyak biaya dan tenaga. “Memang ada kontribusi bagi masyarakat di tempat kegiatan berupa kegiatan fisik,” namun menurut dia, “pembinaan mental kaum muda perlu dilakukan secara periodik dan terencana”.*

(Read More)

1 Agustus 2010

Pemprov Gunakan Pendeketan Kesehatian

*Selesaikan Tapal Batas Kabupaten

KUPANG (FLORES POS) -- Gubernur Frans Lebu Raya menyampaikan, pemerintah menggunakan pola pendekatan kesehatian untuk menyelesaikan masalah tapal batas antar-kabupaten yang masih berkonflik hingga saat ini seperti antara Manggarai dan Ngada serta Belu dan Timor Tengah Selatan (TTS).

Dalam rapat gabungan dengan Dewan, Lebu Raya mengatakan, proses penyelesaian masalah tapal batas antara Kabupaten Manggarai dan Ngada, sudah mulai dilaksanakan. Dimana sudah ada pemaparan peta wilayah dan hal terkait lainnya dari dua bupati.

Saat ini sedang dilaksanakan proses pembentukan tim dengan melibatkan tokoh masyarakat dan elemen terkait lainnya dari kedua kabupaten. Proses penyelesaian yang sama juga untuk masalah tapal batas antara Kabupaten Belu dan TTS di Lotas.

“Kita berharap proses penyelesaian masalah tapal batas ini cepat selesai sebagaimana yang diharapkan bersama,” kata Lebu Raya, Jumat (30/7).

Ia menyampaikan, pemerintah provinsi menolak permintaan sejumlah komponen yang mengusulkan agar penyelesaian masalah tapal batas melalui jalur hukum.

Pertimbangannya, jalur hukum bisa membawa akses yang tidak diinginkan. Karena itu pemerintah lebih memilih proses penyelesaiannya menggunakan jalur pendekatan atau kesehatian.

Anggota Fraksi Partai Golkar, Emilianus Charles Lalung menjelaskan, sejak 27 April 2010 lalu, jalan provinsi yang ada di perbatasan Kabupaten Manggarai Timur dan Ngada diblokir oleh sekelompok orang. Akibatnya, hingga saat ini akses ekonomi dan transportasi di wilayah perbatasan macet total.

“Kita minta pemerintah provinsi segera menyelesaikan masalah tapal batas di daerah tersebut karena kasusnya sudah sekian lama,” kata Charles Lalung.

Anggota DPRD NTT lainnya, Ferry Kase menegaskan, masalah tapal batas antara Kabupaten Belu dan TTS di Lotas pun hingga kini belum diselesaikan. Akibatnya, proses pemekaran daerah di Kabupaten TTS terkatung-katung hingga saat ini. Padahal setiap ada pergantian gubernur, proses penyelesaian menjadi agenda yang dilakukan.

“Gubernur demi gubernur, masalah tapal batas belum juga diselesaikan. Kita minta agar pemerintah memprioritaskan proses penyelesainnya,” katanya.*

(Read More)